Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
--- Wooolly shocked! pagi ini saya melihat ular di pinggir jalan raya. Ukurannya sekitar diameter jari telunjuk dan gesit bergerak menjijikan. Terlihat juga penjual buah dekat kosan saya yang setengah pucat mengusirnya; Ini kali kedua dalam seumur hidup saya bisa melihat ular secara bebas di luar kondisi khusus seperti pertunjukan topeng monyet atau display kebun binatang. Sungguh saya tidak mau lagi mengulang kasus pembunuhan ular kecil dengan roda sepeda anak usia 7 tahun. Trauma banget!
Well, saya mau mengulas kegiatan pagi ini yang membuat saya terkesima. Way Huwi, Lampung Selatan yang literally cukup 15min ke pusat kota (where Sbux, Breadtalk, and any basic stuffs kota pak Anies are) ternyata benar-benar cukup mampu menawarkan konsep slow living yang saya idamkan.
Selama ini saya kurang sadar kalo jalur lintas kosan menuju warung makan yang saya lalui setiap hari sangat dekat dengan pintu kantor desa aka balai desa. Tampilan muka yang cukup berantakan membuat kantor penting ini tertutup tangkapan mata.
Saat saya melangkah kedalamnya, wah! ada staff balai desa yang asyik ngerokok~ dengan baju layaknya bapak-bapak bos warung kelontong. Mulanya saya kira Beliau adalah tamu yang sedang mengurus dokumen. Sejauh ini Beliau ramah dan mampu memberikan informasi dasar yang saya butuhkan.
Untungnya, pelayanan di loket administrasi sangatlah cepat. Saya tidak kuat menghirup asap rokok kretek yang intensitasnya pekat menurut standar saya. Loket tersebut dijaga oleh seorang mba-mba yang mungkin lulus SMA atau D3 atau S1. Mba yang satu ini tidak kalah ramah dan berpenampilan profesional layaknya seseorang yang on duty. Nice! Proses permintaan surat keterangan domisili yang saya butuhkan alhamdulillah bisa segera dibuatkan. Alhamdulillah lagi, Pak Kepala Desa Way Huwi sedang berada di lokasi. Penampilan Beliau kurang lebih sama seperti Bapak yang saya sebutkan sebelumnya.
Tapiiii.. yang ingin saya highlight pada tulisan ini adalah bagaimana bentuk dokumen saya dikemas. Umumnya surat resmi akan dimasukan ke dalam amplop lengkapdengan kop surat. Basiclah~ tapi kalo disini, surat saya dimasukan ke dalam amplop daur ulang berbahan kertas hvs bekas. SAYA SUKA SEKALI!!! jika apresiasi saya bisa menambah poin penilaian kinerja mereka maka saya akan sangat bersedia memberikannya secara tertulis.
Saya amat jengah mengenang masa-masa lingkungan saya yang begitu mengagungkan negara eropa barat khususnya Belanda dalam segi recycle culture-nya. Padahal di Indonesia ada juga loh, bahkan dalam urusan administrasi resmi pemerintah yang baru saja saya alami. "Kita" aja yang kurang jalan-jalan. Contohnya ya saya yang memang bukan tipe orang yang suka berpergian tanpa keperluan.
Tenaaang, tidak hanya Belanda yang sulit mendapatkan rasa cinta saya tetapi juga Jepang. Entah guru sejarah saya yang terlalu pintar menjelaskan kisahnya atau *apalah you name it* yang mempersilakan saya bersinggungan dengan beberapa detail sejarah hitam tersebut. Walau begitu saya terus berusaha untuk bersikap adil tapi sayangnya saya masih tidak bisa dengan mudah mengapresiasi keduanya.
Bagi kalian yang membutuhkan surat keterangan domisili di Way Huwi aka sekitar ITERA (Institut Teknologi Sumatera), silakan datang kesana. Syaratnya cukup membawa selembar fotokopi kartu keluarga. Cuma itu. Tanpa biaya administrasi, gratis tinggal pulang. Bawalah tissue yang cukup untuk menghalau asap rokok di ruangan bagi yang memiliki tingkat sensitivitas tertentu (masker aja ga cukup). Jangan lupa bersikap ramah sebagai pendatang~
Tips:
--- agak sulit cari kosan dengan parkiran mobil, mengendarai motor disini cukup mengerikan bagi saya; kalo tidak terlalu jauh, saya sarankan berjalan kaki saja dan siapkan sepatu yang super nyaman
Berikut dokumentasi yang coba saya abadikan: